MK Dinilai Tak Konsisten soal Threshold, Ini Tanggapan Sekjen Gerindra

Politikasik – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gerindra, Ahmad Muzani, memberikan kritik tajam terhadap Mahkamah Konstitusi (MK) terkait putusan mengenai ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold. Dalam pernyataannya, Ahmad Muzani menilai bahwa MK tidak konsisten dalam memutus perkara yang menyangkut aturan presidential threshold, yang hingga kini menjadi salah satu isu krusial dalam politik Indonesia.

Muzani menyoroti bahwa MK kerap memberikan putusan yang tidak sejalan dengan prinsip keadilan dan demokrasi yang diharapkan oleh masyarakat. Hal ini, menurutnya, berpotensi merugikan demokrasi karena mempersempit peluang bagi kandidat alternatif untuk mencalonkan diri sebagai presiden.


Apa Itu Presidential Threshold?

Presidential threshold adalah aturan yang mengatur persentase minimum suara atau kursi yang harus dimiliki partai politik atau gabungan partai politik di parlemen untuk dapat mencalonkan pasangan calon presiden dan wakil presiden. Saat ini, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, angka presidential threshold ditetapkan sebesar 20% kursi DPR atau 25% suara sah nasional dalam pemilu legislatif sebelumnya.

Aturan ini telah lama menjadi perdebatan di Indonesia karena dianggap menguntungkan partai-partai besar dan menyulitkan partai-partai kecil untuk mencalonkan kandidat presiden. Dalam beberapa tahun terakhir, banyak pihak, termasuk akademisi, aktivis, dan sejumlah partai politik, mengajukan uji materi ke MK untuk menurunkan atau bahkan menghapus aturan threshold ini.


Kritik Sekjen Gerindra

Ahmad Muzani menilai bahwa MK telah menunjukkan ketidakkonsistenan dalam menangani perkara-perkara terkait threshold. Menurutnya, beberapa putusan MK sebelumnya seolah mendukung keberadaan threshold, sementara di lain waktu, mereka memberikan sinyal untuk membuka peluang lebih besar bagi partisipasi politik yang lebih inklusif.

“Kami melihat ada ketidakkonsistenan dalam putusan Mahkamah Konstitusi terkait presidential threshold. Hal ini menciptakan kebingungan di masyarakat dan para pelaku politik,” ujar Muzani dalam keterangannya kepada media.

Muzani juga menegaskan bahwa aturan threshold yang ada saat ini terlalu tinggi dan tidak mencerminkan semangat demokrasi yang memberikan ruang bagi semua kelompok politik untuk berpartisipasi secara adil. Ia berharap MK dapat memberikan putusan yang lebih konsisten dan berpihak pada prinsip keterbukaan politik.


Putusan MK yang Menjadi Sorotan

Salah satu putusan MK yang menjadi perhatian adalah ketika lembaga tersebut menolak uji materi terkait penghapusan presidential threshold. Dalam putusannya, MK berargumen bahwa aturan threshold merupakan kebijakan hukum terbuka (open legal policy) yang menjadi kewenangan pembentuk undang-undang, yaitu DPR dan pemerintah.

Namun, di sisi lain, MK juga menyatakan bahwa aturan tersebut tidak bertentangan dengan prinsip demokrasi selama diterapkan secara proporsional dan adil. Pernyataan ini, menurut Muzani, menimbulkan kontradiksi karena pada praktiknya threshold justru membatasi hak partai politik kecil untuk mencalonkan kandidat presiden.

“Jika threshold terus dipertahankan dengan angka yang tinggi, kita hanya akan melihat dominasi partai besar dalam pemilu presiden. Hal ini bertentangan dengan semangat demokrasi yang memberikan peluang setara bagi semua,” tambah Muzani.


Respons dari Pihak Lain

Kritik terhadap presidential threshold bukan hanya datang dari Gerindra. Banyak partai politik lain, seperti PKS dan Partai Demokrat, juga menyuarakan hal serupa. Mereka menilai bahwa aturan threshold saat ini terlalu memberatkan dan merugikan partai-partai yang tidak memiliki kursi besar di DPR.

Sejumlah akademisi dan pengamat politik juga mendukung pandangan ini. Mereka berpendapat bahwa threshold yang tinggi mengurangi keberagaman kandidat dan pilihan bagi pemilih.

“Dengan angka threshold yang tinggi, kita kehilangan peluang untuk melihat lebih banyak kandidat potensial yang mungkin membawa gagasan baru untuk bangsa ini,” kata Dr. Yunarto Wijaya, seorang pengamat politik dari Charta Politika.

Namun, ada juga pihak yang mendukung aturan threshold, dengan alasan bahwa hal ini diperlukan untuk menyederhanakan proses pencalonan dan mencegah terlalu banyak pasangan calon yang dapat membingungkan pemilih.


Apa Dampaknya bagi Pemilu 2024?

Isu presidential threshold menjadi semakin relevan menjelang Pemilu 2024. Dengan aturan threshold 20%, hanya partai atau koalisi besar yang memiliki peluang untuk mencalonkan kandidat presiden.

Partai Gerindra, yang memiliki basis suara signifikan, diperkirakan tidak akan kesulitan memenuhi ambang batas ini, terutama jika mereka kembali berkoalisi dengan partai besar lainnya seperti Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Namun, bagi partai-partai kecil, aturan ini tetap menjadi kendala besar.

Jika MK tidak mengambil langkah untuk meninjau kembali aturan ini, banyak pihak yang khawatir bahwa demokrasi Indonesia akan semakin terkonsentrasi pada segelintir partai besar, mengurangi keberagaman politik yang selama ini menjadi ciri khas pemilu Indonesia.


Harapan Gerindra dan Langkah Ke Depan

Gerindra berharap MK dapat mendengarkan aspirasi masyarakat dan memberikan putusan yang lebih adil terkait presidential threshold. Menurut Ahmad Muzani, sudah saatnya Indonesia membuka peluang lebih besar bagi kandidat dari berbagai latar belakang politik untuk mencalonkan diri sebagai presiden.

“Kami berharap MK dapat memberikan putusan yang mencerminkan semangat demokrasi, di mana setiap partai politik memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam pemilu presiden,” pungkas Muzani.

Di sisi lain, Gerindra juga mengajak partai-partai lain untuk terus memperjuangkan revisi terhadap aturan threshold ini, baik melalui jalur hukum maupun politik.


Kesimpulan

Isu presidential threshold terus menjadi perdebatan hangat dalam politik Indonesia. Kritik dari Sekjen Gerindra, Ahmad Muzani, terhadap ketidakkonsistenan MK dalam putusan terkait threshold menunjukkan bahwa aturan ini masih menjadi tantangan besar bagi sistem demokrasi di Tanah Air.

Dengan pemilu yang semakin dekat, keputusan terkait threshold akan berdampak besar pada peta politik nasional. Apakah MK akan mempertahankan aturan ini, ataukah mereka akan mengambil langkah untuk memberikan ruang lebih besar bagi keterbukaan politik? Waktu yang akan menjawab.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours