Politikasik – Baru-baru ini, muncul usulan dari Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia untuk mengubah status Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjadi lembaga ad hoc. Usulan ini didasarkan pada pertimbangan efisiensi anggaran dan efektivitas kerja KPU dalam menyelenggarakan pemilihan umum. Namun, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) menekankan perlunya kajian mendalam sebelum keputusan tersebut diambil.
Latar Belakang Usulan DPR
Anggota Baleg DPR, Saleh Partaonan Daulay, mengusulkan agar KPU dijadikan lembaga ad hoc yang hanya aktif selama dua tahun untuk persiapan dan pelaksanaan pemilu. Menurutnya, setelah pemilu serentak, KPU tidak memiliki banyak aktivitas, sehingga menjadi lembaga permanen dianggap kurang efisien dalam penggunaan anggaran negara. “Jadi kita sedang berpikir di DPR, justru KPU itu hanya lembaga ad hoc, dua tahun saja. Ngapain kita menghabiskan uang negara kebanyakan,” ujar Saleh dalam rapat dengar pendapat di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada 31 Oktober 2024.
Pandangan Menko Polhukam
Menanggapi usulan tersebut, Menko Polhukam menekankan pentingnya melakukan kajian mendalam sebelum mengubah status KPU menjadi lembaga ad hoc. Ia mengingatkan bahwa perubahan struktural seperti ini memerlukan pertimbangan yang matang agar tidak mengganggu proses demokrasi dan penyelenggaraan pemilu di Indonesia. “Perlu kajian mendalam untuk memastikan bahwa perubahan ini tidak berdampak negatif pada kualitas dan integritas pemilu kita,” ujarnya.
Pro dan Kontra di Kalangan Legislatif
Usulan ini memicu pro dan kontra di kalangan legislatif. Beberapa anggota DPR mendukung ide tersebut dengan alasan efisiensi anggaran dan penyesuaian dengan kebutuhan penyelenggaraan pemilu. Namun, ada juga yang menolak dengan pertimbangan bahwa KPU sebagai lembaga permanen memiliki peran penting dalam menjaga kontinuitas dan konsistensi proses pemilu. Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Zulfikar Arse Sadikin, menolak usulan tersebut dengan alasan bahwa KPU sebagai lembaga permanen memiliki peran strategis dalam menjaga demokrasi di Indonesia.
Tanggapan KPU
Ketua KPU, Hasyim Asy’ari, menyatakan bahwa pihaknya akan mengikuti keputusan yang diambil oleh pemerintah dan DPR terkait status kelembagaan KPU. Namun, ia menekankan bahwa sebagai lembaga permanen, KPU memiliki tanggung jawab yang berkelanjutan dalam mempersiapkan dan menyelenggarakan pemilu, termasuk melakukan sosialisasi dan pendidikan pemilih secara kontinu. “Kami akan mengikuti aturan yang ditetapkan, namun perlu diingat bahwa persiapan pemilu tidak hanya dilakukan dalam dua tahun, tetapi membutuhkan proses yang berkelanjutan,” ujarnya.
Pandangan Pengamat
Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Dr. Andi Widjajanto, berpendapat bahwa mengubah KPU menjadi lembaga ad hoc dapat mengganggu stabilitas penyelenggaraan pemilu. Menurutnya, KPU sebagai lembaga permanen memiliki peran penting dalam menjaga kontinuitas dan profesionalisme dalam setiap tahapan pemilu. “Perubahan status KPU menjadi ad hoc berisiko menurunkan kualitas penyelenggaraan pemilu karena kurangnya kontinuitas dan pengalaman yang terakumulasi,” jelasnya.
Kesimpulan
Usulan DPR untuk mengubah KPU menjadi lembaga ad hoc menimbulkan berbagai pandangan di kalangan pemerintah, legislatif, dan masyarakat. Menko Polhukam menekankan perlunya kajian mendalam sebelum mengambil keputusan terkait perubahan ini. Sementara itu, KPU menyatakan kesiapannya mengikuti keputusan yang diambil, namun mengingatkan pentingnya kontinuitas dalam persiapan dan penyelenggaraan pemilu. Perdebatan ini menunjukkan bahwa setiap perubahan struktural dalam lembaga penyelenggara pemilu harus dipertimbangkan dengan cermat agar tidak mengganggu proses demokrasi di Indonesia.
+ There are no comments
Add yours